Blog ini adalah catatan pelajar yang menyukai traveler

Saturday, October 24, 2015

Energi itulah yang bersemayam sampai saat ini



Tergelar kembali seluruh kenangan saya di MTs (Madrasah Tsanawiyah/ SMP) , di sebuah kota kecil yang sudah terlihat sebagai raksasa karena asal saya yang dari desa. Maka seluruhnya dari kota kecil itu terlihat sebagai besar karena sikap udik saya. Di kota ini terlalu banyak anak-anak yang terlihat cantik dan membuat saya setiap kali diam-diam jatuh cinta. Saya sebut diam-diam karena betul-betul jatuh cinta dengan diam karena hanya saya pendam tanpa pernah benar-benar berani saya utarakan. Akibatnya hingga mulai dari naksir, sampai patah hati, sampai sembuh lagi, anak yang saya taksir itu tak sekalipun pernah mengerti.

Tapi soal kenangan itu biarlah nanti saya tulis dalam bab tersendiri. Yang ingin saya tekankan di kesempatan ini adalah pengaruh guru-guru terbaik dalam hidup saya, salah satunya adalah Pak Guru yang saya favoritkan sampai saat ini, yaitu pak imam sufwan. Beliau mengajar nahwu sorof, gaya mengajar yang elegan dan sampai saat ini saya ingat betul beliau mendidik saya pada waktu itu. Di setiap tahapan sekolah saya seperti dipertemukan dengan guru-guru semacam itu. Satu pujian dari guru ini, akan terpatri mati di dalam hati.

Seorang guru SD saya pernah berkata: “meskipun kamu kecil, tapi kamu ini pinter” Kata pak sarpin, Tak penting sebutan kecil itu, tapi kata pintar itu benar-benar saya percayai hingga hari ini. Guru yang lain berkomentar: anak ini cerdas, hanya ceroboh. Saya hampir tak mendengar kata ceroboh itu. Yang terdengar hingga hari ini adalah sekadar kata cerdas itu. Sungguh, satu pujian dari guru, ia akan mengeras di ingatan serupa batu. Dan itu memotivasi bawah sadar saya hingga saat ini.

Jadi kenapa hubungan guru dan murid tidak memanfaatkan energi yang istimewa ini? Lupakan sekolah mahal, bongkar pasang kurikulum dan sekolah yang yang makin menjadi industri. Seluruh hambatan pendidikan di Indonesia bisa diperbaiki dengan memanfaatkan energi semacam ini.

Saya tidak peduli apakah pujian itu adalah kenyataan diri saya. Tak penting apakah sebetulnya saya ini cerdas atau tidak, pintar atau  minder. Tapi oleh guru-guru saya, saya telah terlanjur dikatakan sebagai pintar dan cerdas. Energi itulah yang bersemayam di bawah sadar saya dan membuat saya percaya. Kualitas orang yang percaya, sungguh amat berbeda dari pihak yang menolak dan ragu-ragu. Saya mempercayainya, karena itulah mungkin saya menjadi cerdas tak terasa. Dengan cara apa? Dengan perasaan sok cerdas pada awalnya. Tetapi makin lama makin besar dorongan itu menjadi kebiasaan hidup saya. Setiap kali merasa minder dan kecil hati saya bayangkan wajah guru-guru saya itu.

0 komentar:

 

Blog Archive

Translate

BLOG INI DILINDUNGI DMCA