Blog ini adalah catatan pelajar yang menyukai traveler

Thursday, November 5, 2015

Ada sesuatu yang lebih mendasar


Tapi apa boleh buat, ketika sambil melarang saya juga mencicipi makanan yang satu ini, hahaha… rasanya memang enak sekali. Akhirnya saya memilih untuk melupakan soal harga dan pakar gizi. Jika sudah begini, saya memang terpengaruh nasihat seorang teman: ''Jangan berpikir soal penyakit di meja makan!'' katanya.


Dan benar, teman saya ini memakan apa saja dari seluruh makanan yang dia gemari. Ketika suatu kali ia terpaksa tumbang dan harus operasi besar-besaran, ia memilih rumah sakit terbaik, dokter terbaik, dan semuanya yang terbaik pokoknya. Sebuah operasi yang amat canggih dengan bayaran yang juga sangat canggih. ''Jika saya orang miskin pasti lebih memilih mati!'' katanya sambil tergelak. Sepulang operasi, ia meneruskan hobi makan enaknya itu kembali.

Jadi nasihatnya itu, pasti lebih cocok untuk ia dirinya sendiri. Bukan untuk saya yang harus mencari uang dengan hati-hati, mengumpulkan segobang demi segobang, dan setelah terkumpul sudah harus keterjang inflasi. Maka betapapun itu sekali waktu suka tertarik untuk makan enak, dengan cepat kami menarik diri kembali dan sikap boros. Walau usaha ini kami yakini tidak terlalu mujarab untuk mengekang lidah saya yang kecenderungannya makin berbiaya tinggi.

Walau… kecemasan ini rasanya terlalu berlebihan mengingat kejadian berikut ini: suatu malam, ketika saya malas memasak di kost dan ketika itu perut sudah keroncongan pada demo, saya pun kebingungan, saya membeli nasi kucing. Semula saya menyangka, ini nasi yang dibeli benar-benar untuk kucing karena kebetulan saya baru ngekost pertama kali di semarang. Tapi ketika yang saya beli ini benar-benar nasi bungkus murah yang saking murahnya cukup disetarakan dengan makanan kucing, saya kaget sendiri. Bukan kaget karena saya tidak mengenal jenis nasi ini, melainkan kaget karena saya baru mengenal makanan ini, tetapi juga menggemari.

Padahal aduh, nasi ini benar-benar sepadan dengan namanya. Ia memang cocok sekali untuk kucing saya di rumah. Cuma sekepal nasinya dan lauknya pun kikir sekali. Bermacam-macam pilihan, tetapi ke manapun Anda memilih akan ketemu kekikiran yang sama: sekerat ikat asin, sesuir dadar, setabur kering tempe. Saya sendiri memilih nasi dengan menu sejumput sambal teri. Tetapi jika ada makan malam yang kami kenang kerena kepuasan kami, edisi nasi kucing inilah salah satunya.

Sambil kepedasan saya memandang dengan tertegun nasi murah yang berhasill memikat lidah saya, yang saya sangka telah menjadi mahal itu. Cuma dua ribu perak harganya! Dengan lauk yang menghina pula. Lalu di mana letak pesonanya. Adakah ketika saya begitu lapar dan karena harga nasi ini begitu murah? Bisa saja. Tapi saya menyangka, ada sesuatu yang lebih mendasar dari sekadar soal murah dan soal harga.

0 komentar:

 

Blog Archive

Translate

BLOG INI DILINDUNGI DMCA